Foto: Markus Schreiber |
"Without freedom of thought, there can be no such thing as wisdom;
and no such thing as public liberty, without freedom of speech."
- Benjamin Franklin –
Jika kita
berbicara mengenai kebebasan berpendapat, kita akan mengingat kisah tentang
Socrates. Ribuan tahun yang lalu, Socrates, salah satu figur penting dalam
tradisi filosofis barat yang sering berkeliling menemui orang yang dianggap
bijak oleh masyarakat pada saat itu lalu mengajak mereka berdiskusi, harus rela
mengakhiri hidupnya sendiri dengan meminum racun berdasarkan hukuman lewat
peradilan dengan dalih dianggap sebagai perusak pikiran generasi muda.
Peristiwa itu kemudian menjadi cerminan keberlangsungan kebebasan berpendapat
di tengah masyarakat yang tertutup.
Mengenal Kebebasan
Berpendapat
Kebebasan
berpendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang
tertera pada pasal 19 dalam Universal
Declaration of Human Rights yang berbunyi sebagai berikut :
Everyone has the rights to freedom of opinion and expression; this rights includes freedom to held opinion without interference and to seek, receive, and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.1
Kita semua
mempunyai hak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat atau ide-ide dari
pikiran kita masing-masing tanpa seorangpun dapat melarangnya. Kebebasan
berpendapat akan melahirkan pemikiran-pemikiran baru sebagai hasil cipta pikiran
manusia yang diperoleh melalui diskusi dan praktik berdialektik.
Indonesia
mempunyai sejarah kelam pada masa Orde Baru di mana setiap orang merasa
ketakutan untuk mengeluarkan pendapat karena adanya ancaman dari penguasa.
Setiap orang yang mencoba berorasi dan mengeluarkan pendapat untuk mengkritik
atau bahkan menentang pemerintah akan mendapatkan ancaman dan teror. Refomasi
pada tahun 1998 menjadi tanda jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa
selama 32 tahun sekaligus sebagai angin segar bagi kebebasan berpendapat di
Indonesia.
"Freedom of speech is a guiding rule, one of the foundation of democracy, but at the same time, freedom does not imply anrchy, and the rights to exercise free expression does not include the rights to do unjustified to others."- Raphael Cohen-Almagor -
Kebebasan
berbicara dan berpendapat merupakan salah satu poin penting di dalam sebuah
sistem demokrasi bagi suatu negara. Oleh karena Indonesia menganut sistem
demokrasi, maka kebebasan berpendapat haruslah mendapat jaminan dari pemerintah
Indonesia. Namun, di tengah masyarakat yang masih bersifat konservatif,
kebebasan berpendapat nampaknya akan mengalami hambatan.
Beberapa waktu
lalu penyelenggaraan Belok Kiri Fest
yang berisi diskusi dan pemutaran film batal digelar di Taman Ismail Marzuki,
Jakarta Pusat dan harus dipindahkan ke LBH Jakarta karena tidak mendapat izin
dari kepolisian. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa organisasi masyarakat
yang menolak diselenggarakannya acara tersebut.2
Belum lama
setelah adanya penolakan acara Belok Kiri Fest, hal serupa juga kembali terulang
di acara Monolog Tan Malaka yang digelar di pusat kebudayaan Prancis atau IFI
Bandung. Monolog dengan judul Saya Rusa Berbulu Merah itu lagi-lagi dibatalkan
oleh organisasi masyarakat berbasis agama yang tidak suka dengan acara
tersebut.3
Kejadian serupa
terulang kembali dalam acara Lady Fast yang diselenggarakan di Yogyakarta,
namun bisa dibilang lebih menakutkan. Berdasarkan kronologi yang diceritakan
oleh Kolektif Betina sebagai penyelenggara acara Lady Fast, acara tersebut
harus dihentikan saat sedang berlangsung karena adanya paksaan dari organisasi
masyarakat berbasis agama untuk membubarkan acara saat itu juga. Belum berhenti
sampai di situ, berbagai ancaman dan hinaan dilontarkan kepada penyelenggara
dan orang yang hadir dalam acara itu.4
Masih banyak
lagi kasus kebebasan berpendapat dalam diskusi publik yang mendapat halangan
terutama penolakan dari organisasi masyarakat tertentu. Ketiga kasus di atas
adalah potret buram masyarakat konservatif yang tertutup terhadap diskusi
ide-ide baru, dan sebagai bukti bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia masih
kalah dengan segelintir orang yang mengatasnamakan organisasi masyarakat untuk
kepentingan pribadi dan golongan.
Kebebasan Berpendapat
dan Ujaran Kebencian
Hal yang sangat
disayangkan adalah ketika negara melindungi kebebasan berpendapat, namun justru
kebebasan tersebut disalahgunakan oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk
menyebar kebencian.
Ujaran kebencian
(hate speech) ialah ujaran yang menyerang seseorang atau kelompok
tertentu berdasarkan atribut seperti gender, etnis, agama, ras, disabilitas,
atau orientasi seksual. Pengertian ujaran kebencian menurut Surat Edaran POLRI
No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) yaitu
tindak pidana yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan,
perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita
bohong, dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada
tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Kebebasan
berpendapat biasanya dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk
menyebarkan berita yang tidak benar tentang seseorang dengan tujuan mengadu
domba ataupun merusak citra orang tersebut. Namun tak jarang juga ujaran
kebencian dilontarkan dalam bentuk hinaan sampai pada ancaman. Media yang
digunakanpun semakin beragam apalagi setelah era globalisasi dan modernisasi.
Saat ini hampir setiap orang terhubung dengan internet sehingga penyampaian
informasi lebih cepat menyebar. Salah satu contoh nyata dari ujaran kebencian
yaitu munculnya koran Obor Rakyat yang memuat berita bohong tentang Presiden
Jokowi (yang pada saat itu masih menjadi calon presiden) pada saat masa
kampanye pemiilihan Presiden Republik Indonesia tahun 2014 lalu.
Negara telah
membuat pasal pencemaran nama baik dan juga Undang-undang Nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Eleltronik (UU ITE) bagi siapa saja yang
mendapat hinaan melalui media elektronik dengan ancaman pidana dan/atau denda.
Di satu sisi,
kebebasan berpendapat akan melahirkan gagasan dan pemikiran baru. Namun, kebebasan
berpendapat sangat memerlukan pemikiran yang terbuka terhadap ide-ide lain.
Kebebasan berpendapat sejatinya bukan untuk disalahgunakan, tetapi di dalamnya
terkandung sebuah tanggung jawab yang besar. Ada sebab dan akibat yang
menyertainya.
Di dalam
kebebasan berpendapat kita pasti akan menemukan banyak pemikiran berbeda dan
banyak sekali kata-kata yang tidak menyenangkan bagi kita. Hal tersebut tak
dapat dihilangkan karena memang merupakan sisi lain dari kebebasan itu sendiri.
Namun, jika kita tidak setuju dan menganggap ide itu dapat merugikan orang
lain, maka mulailah untuk berbicara dan keluarkanlah pendapat dengan
semestinya. Karena di situlah kebebasan berpendapat berlangsung, pada saat suatu
gagasan diadu dengan gagasan lainnya.
"The world will not be destroyed by those who do evil, but by those who watch them without doing anything."- Albert Einstein -
_________________________