My Mind Goes Here

Jumat, 23 September 2016

Drama dan Defisit Motivasi

MetroTV di awal bulan September ini mengunjungi UPN dalam rangkaian MetroTV on Campus. Dengan menghadirkan acara I’m Possible dan Kick Andy, mereka telah mendatangkan beberapa ribu orang dari dalam maupun luar kampus. Saya sempat mengikuti salah satu acara ini. Sebuah acara tentang motivasi yang cukup menghibur. Namun bagi saya, ada sisi lain yang bisa diperhatikan dalam setiap acara yang sering menyebarkan kata-kata mutiara ini.

Sebuah perkataan yang selalu diingat dari setiap seminar motivasi yaitu, “yang paling terpenting adalah kalian aplikasikan apa yang kalian dapat dari seminar ini, bukan langsung melupakannya.” Tetapi dari sekian banyak peserta yang hadir dalam seminar motivasi terebut, yang benar-benar langsung mengaplikasikannya hanya beberapa orang yang bisa dihitung dengan jari.

Saat ini menjadi motivator merupakan sebuah tren bagi artis atau pengusaha yang pernah sukses dalam menjalankan bisnisnya. Dengan berbekal pengalaman dan kemampuan dalam beretorika, cukup dengan suara menggelora dan kemampuan dalam merangkai kata, jadilah mereka motivator yang dieluh-eluhkan para pemirsa.  Saking banyaknya permintaan akan motivasi, pernah ada acara motivasi di sebuah televisi swasta yang dipandu oleh motivator kawakan yang namanya sudah dikenal seantero Nusantara. Kata-kata yang dikutip dari setiap perkatannya menjadi penghias lini masa. Tidak lupa, jika berbicara tentang motivasi, kita tidak akan pernah bisa melupakan satu hal: drama.

Awkarin dan remaja-remaja yang sedang galau lainnya merupakan sasaran pasar yang cukup menggiurkan bagi dunia per-motivasi-an. Indonesia mempunyai populasi usia muda yang cukup banyak. Sebagian dari mereka bisa jadi merupakan remaja yang masih dalam tahap kedewasaan. Quote motivasi menjadi jualan yang laku di pasaran. Mereka membutuhkan kata-kata mutiara yang bisa membuat semangat tetap membara. Walaupun efeknya hanya sementara.

Sebuah survei yang pernah dilakukan oleh suatu lembaga kursus online menyatakan sebagian besar remaja yang berpartisipasi dalam survei tersebut sangat suka membaca buku tentang motivasi. Munculnya fenomena di mana anak-anak muda saat ini sangat menyukai hal-hal tentang motivasi membuat suatu anggapan: remaja saat ini mengalami defisit motivasi.

Motivasi menurut KBBI merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak untuk  melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga diartikan sebagai usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Seseorang tentu memerlukan motivasi. Motivasi  bisa datang dari mana saja, termasuk keluarga dan teman dekat. Namun jika melihat kembali keadaan saat ini, di mana banyaknya drama kehidupan dan percintaan yang dipermanis dengan kata-kata motivasi yang begitu mengikat jiwa, benarkah acara motivasi dan para motivator bisa menjawab semuanya? Atau hanya sekedar komoditas jualan belaka?

Jika seseorang sudah sampai memerlukan motivasi yang begitu besarnya dari para motivator kawakan—yang sudah pasti mempunyai pengalaman hidup yang berbeda—, mungkin saya kira akan lebih baik bagi mereka jika mengkonsultasikan diri mereka ke Psikolog yang bisa memberikan diagnosis dan jalan keluar yang lebih berguna.

Jumat, 12 Agustus 2016

Anak Kampung Pinggir Kota


Ingatan saya tentang masa kecil masih jelas. Bingkai-bingkai peristiwa yang dulu pernah terjadi masih bisa saya tarik kembali dari ingatan. Terkadang ketika betemu kawan lama, kami masih suka membicarakannya dan menertawakannya.

Ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, bermain bersama teman adalah hal yang paling menyenangkan. Tentu saja, karena saya dan teman-teman hanyalah anak berumur kurang dari sepuluh tahun. Jangan berharap hal-hal ajaib dan istimewa dari kami. Kami hanyalah anak kampung pinggir kota yang tak tahu menahu tentang dunia luar. Jangankan untuk menjadi pianis jazz cilik yang di usia tujuh tahun sudah bisa mengimprovisasi musik jazz seperti Joey Alexander. Musik yang kami mainkan hanyalah ember bekas yang kami pukul menggunakan kayu kering dari dahan pohon rambutan. Atau pecahan ubin bekas lantai rumah yang kami dentingkan sehingga menimbulkan bunyi “ting” nyaring. Itupun kami masih dimarahi tetangga atau orang tua kami karena kami bermain terlalu berisik. Kami hanyalah anak biasa.

Sekolah Dasar memang mengasyikan. Bukan tentang belajar di kelas, tetapi ketika jam pelajaran usai dan kami bisa bermain kembali. Selalu saja ada hal-hal seru setiap pulang sekolah. Perlu diingat kembali, kami hanyalah anak kampung. Tak perlu kendaraan bermotor untuk pulang ke rumah. Siapa yang membutuhkannya ketika kami bisa menemukan berbagai keasyikan dari berjalan kaki menuju rumah? Tentu saja pertanyaan ini hanyalah alibi. Karena sesungguhnya kami memang sudah biasa berjalan kaki walaupun jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh. Koreksi, relatif jauh bagi orang-orang  saat ini yang tidak terbiasa berjalan kaki.

Kalian tahu film Petualangan Sherina? Walaupun tanpa adegan penculikan, namun petualangan kami tak kalah seru. Setidaknya, petualangan kami nyata terjadi. Kalian tahu bagaimana rasanya menembus hutan rimba untuk menemukan jalan keluar? Kami tahu. Kalian pernah berenang di lautan untuk mencari ikan? Kami pernah. Kalian pernah menjadi penjahat dan mencuri emas berlian? Kami pernah. Kami tahu dan kami pernah. Namun dalam versi yang lebih kecil. Silakan ganti hutan menjadi kebun, ganti lautan menjadi sawah yang banjir di kala musim hujan, dan ganti emas berlian menjadi buah jambu biji. Memangnya apa yang kalian harapkan dari kami? Kami hanyalah anak biasa yang tinggal di kampung pinggir kota.

Sawah dan kebun bukanlah hal istimewa bagi kami. Mereka adalah tempat bermain kami. Seperti yang sudah saya katakan tadi, kami sering memasuki kebun-kebun milik warga sekitar. Kami menembus semak-semak belukar yang gatal di kulit, menembus pagar tanaman yang terbuat dari tumbuhan teh-tehan dan bambu kecil, dan kami berusaha mencari jalan pintas menuju rumah selepas pulang sekolah. Lalu kami menamainya “jalan rahasia”. Karena kamilah yang menemukan jalan itu dan mungkin hanya kami yang tahu. Mungkin. 

Sawah kami jadikan tempat bermain dan juga laboratorium besar untuk mengamati hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bunglon, kadal, jangkrik, ikan, siput, bahkan sampai ular pun kami temukan di sawah. Lumpur di sawah pernah kami jadikan bahan eksperimen tugas sekolah. Yakni dengan cara mengubur beberapa lembar daun kering di dalam lumpur dan akan kami ambil setelah beberapa hari agar yang tersisa hanyalah kerangka daun tersebut. Namun, sampai sekarang kami belum mengambilnya. Karena kami lupa di mana menguburnya.  

Kalian tahu apa yang paling istimewa dari cerita di atas? Yang paling istimewa adalah, karena masih banyak cerita yang belum diceritakan. Masih banyak peristiwa yang kami namai “petualangan” yang tentunya mempunyai tempat tersendiri di dalam gudang memori yang luas di otak kami.
Namun, satu daun telah gugur. Bukan karena tak tahan bergantung pada realita. Namun dia telah nyaman di pelukannya. Daun yang lain masih merekat kuat menyambut matahari dengan semangat. Tumbuh tanpa tahu kapan akan berlabuh.
Zaman semakin berubah, dan anak-anak sekolah dasar saat ini telah mempunyai cerita yang sangat berbeda seperti saat saya kecil dahulu. Saya sangat berharap kalau cerita-cerita mereka bukanlah tentang cerita dewasa, rokok, atau barang berbahaya lainnya. Namun masih tentang petualangan dan pertemanan. Nakal sedikit tidak masalah. Anak-anak memang terlahir untuk mencoba hal baru di hidup mereka. Tinggal bagaimana pemberian pemahaman dari orang dewasa kepada mereka.

…orang dewasa. Hahaha… (?)


Kamis, 04 Agustus 2016

Jumat, 15 Juli 2016

Menengok Kebebasan Berpendapat di dalam Masyarakat Kita

Foto: Markus Schreiber
"Without freedom of thought, there can be no such thing as wisdom;
and no such thing as public liberty, without freedom of speech."
- Benjamin Franklin –
Jika kita berbicara mengenai kebebasan berpendapat, kita akan mengingat kisah tentang Socrates. Ribuan tahun yang lalu, Socrates, salah satu figur penting dalam tradisi filosofis barat yang sering berkeliling menemui orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu lalu mengajak mereka berdiskusi, harus rela mengakhiri hidupnya sendiri dengan meminum racun berdasarkan hukuman lewat peradilan dengan dalih dianggap sebagai perusak pikiran generasi muda. Peristiwa itu kemudian menjadi cerminan keberlangsungan kebebasan berpendapat di tengah masyarakat yang tertutup.

Mengenal Kebebasan Berpendapat

Kebebasan berpendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang tertera pada pasal 19 dalam Universal Declaration of Human Rights yang berbunyi sebagai berikut :
Everyone has the rights to freedom of opinion and expression; this rights includes freedom to held opinion without interference and to seek, receive, and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.1
Kita semua mempunyai hak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat atau ide-ide dari pikiran kita masing-masing tanpa seorangpun dapat melarangnya. Kebebasan berpendapat akan melahirkan pemikiran-pemikiran baru sebagai hasil cipta pikiran manusia yang diperoleh melalui diskusi dan praktik berdialektik.
Indonesia mempunyai sejarah kelam pada masa Orde Baru di mana setiap orang merasa ketakutan untuk mengeluarkan pendapat karena adanya ancaman dari penguasa. Setiap orang yang mencoba berorasi dan mengeluarkan pendapat untuk mengkritik atau bahkan menentang pemerintah akan mendapatkan ancaman dan teror. Refomasi pada tahun 1998 menjadi tanda jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun sekaligus sebagai angin segar bagi kebebasan berpendapat di Indonesia.
"Freedom of speech is a guiding rule, one of the foundation of democracy, but at the same time, freedom does not imply anrchy, and the rights to exercise free expression does not include the rights to do unjustified to others." 
- Raphael Cohen-Almagor -
Kebebasan berbicara dan berpendapat merupakan salah satu poin penting di dalam sebuah sistem demokrasi bagi suatu negara. Oleh karena Indonesia menganut sistem demokrasi, maka kebebasan berpendapat haruslah mendapat jaminan dari pemerintah Indonesia. Namun, di tengah masyarakat yang masih bersifat konservatif, kebebasan berpendapat nampaknya akan mengalami hambatan.
Beberapa waktu lalu penyelenggaraan  Belok Kiri Fest yang berisi diskusi dan pemutaran film batal digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat dan harus dipindahkan ke LBH Jakarta karena tidak mendapat izin dari kepolisian. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa organisasi masyarakat yang menolak diselenggarakannya acara tersebut.2
Belum lama setelah adanya penolakan acara Belok Kiri Fest, hal serupa juga kembali terulang di acara Monolog Tan Malaka yang digelar di pusat kebudayaan Prancis atau IFI Bandung. Monolog dengan judul Saya Rusa Berbulu Merah itu lagi-lagi dibatalkan oleh organisasi masyarakat berbasis agama yang tidak suka dengan acara tersebut.3
Kejadian serupa terulang kembali dalam acara Lady Fast yang diselenggarakan di Yogyakarta, namun bisa dibilang lebih menakutkan. Berdasarkan kronologi yang diceritakan oleh Kolektif Betina sebagai penyelenggara acara Lady Fast, acara tersebut harus dihentikan saat sedang berlangsung karena adanya paksaan dari organisasi masyarakat berbasis agama untuk membubarkan acara saat itu juga. Belum berhenti sampai di situ, berbagai ancaman dan hinaan dilontarkan kepada penyelenggara dan orang yang hadir dalam acara itu.4
Masih banyak lagi kasus kebebasan berpendapat dalam diskusi publik yang mendapat halangan terutama penolakan dari organisasi masyarakat tertentu. Ketiga kasus di atas adalah potret buram masyarakat konservatif yang tertutup terhadap diskusi ide-ide baru, dan sebagai bukti bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia masih kalah dengan segelintir orang yang mengatasnamakan organisasi masyarakat untuk kepentingan pribadi dan golongan.

Kebebasan Berpendapat dan Ujaran Kebencian

Hal yang sangat disayangkan adalah ketika negara melindungi kebebasan berpendapat, namun justru kebebasan tersebut disalahgunakan oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk menyebar kebencian.
Ujaran kebencian (hate speech) ialah ujaran yang menyerang seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan atribut seperti gender, etnis, agama, ras, disabilitas, atau orientasi seksual. Pengertian ujaran kebencian menurut Surat Edaran POLRI No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) yaitu tindak pidana yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita bohong, dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Kebebasan berpendapat biasanya dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan berita yang tidak benar tentang seseorang dengan tujuan mengadu domba ataupun merusak citra orang tersebut. Namun tak jarang juga ujaran kebencian dilontarkan dalam bentuk hinaan sampai pada ancaman. Media yang digunakanpun semakin beragam apalagi setelah era globalisasi dan modernisasi. Saat ini hampir setiap orang terhubung dengan internet sehingga penyampaian informasi lebih cepat menyebar. Salah satu contoh nyata dari ujaran kebencian yaitu munculnya koran Obor Rakyat yang memuat berita bohong tentang Presiden Jokowi (yang pada saat itu masih menjadi calon presiden) pada saat masa kampanye pemiilihan Presiden Republik Indonesia tahun 2014 lalu.
Negara telah membuat pasal pencemaran nama baik dan juga Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleltronik (UU ITE) bagi siapa saja yang mendapat hinaan melalui media elektronik dengan ancaman pidana dan/atau denda.
Di satu sisi, kebebasan berpendapat akan melahirkan gagasan dan pemikiran baru. Namun, kebebasan berpendapat sangat memerlukan pemikiran yang terbuka terhadap ide-ide lain. Kebebasan berpendapat sejatinya bukan untuk disalahgunakan, tetapi di dalamnya terkandung sebuah tanggung jawab yang besar. Ada sebab dan akibat yang menyertainya.
Di dalam kebebasan berpendapat kita pasti akan menemukan banyak pemikiran berbeda dan banyak sekali kata-kata yang tidak menyenangkan bagi kita. Hal tersebut tak dapat dihilangkan karena memang merupakan sisi lain dari kebebasan itu sendiri. Namun, jika kita tidak setuju dan menganggap ide itu dapat merugikan orang lain, maka mulailah untuk berbicara dan keluarkanlah pendapat dengan semestinya. Karena di situlah kebebasan berpendapat berlangsung, pada saat suatu gagasan diadu dengan gagasan lainnya.
"The world will not be destroyed by those who do evil, but by those who watch them without doing anything."
- Albert Einstein -
_________________________

Minggu, 08 Mei 2016

Blog

Blog

Copyright © Dimas Fajri's | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com