My Mind Goes Here

Jumat, 15 Juli 2016

Menengok Kebebasan Berpendapat di dalam Masyarakat Kita

Foto: Markus Schreiber
"Without freedom of thought, there can be no such thing as wisdom;
and no such thing as public liberty, without freedom of speech."
- Benjamin Franklin –
Jika kita berbicara mengenai kebebasan berpendapat, kita akan mengingat kisah tentang Socrates. Ribuan tahun yang lalu, Socrates, salah satu figur penting dalam tradisi filosofis barat yang sering berkeliling menemui orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu lalu mengajak mereka berdiskusi, harus rela mengakhiri hidupnya sendiri dengan meminum racun berdasarkan hukuman lewat peradilan dengan dalih dianggap sebagai perusak pikiran generasi muda. Peristiwa itu kemudian menjadi cerminan keberlangsungan kebebasan berpendapat di tengah masyarakat yang tertutup.

Mengenal Kebebasan Berpendapat

Kebebasan berpendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang tertera pada pasal 19 dalam Universal Declaration of Human Rights yang berbunyi sebagai berikut :
Everyone has the rights to freedom of opinion and expression; this rights includes freedom to held opinion without interference and to seek, receive, and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.1
Kita semua mempunyai hak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat atau ide-ide dari pikiran kita masing-masing tanpa seorangpun dapat melarangnya. Kebebasan berpendapat akan melahirkan pemikiran-pemikiran baru sebagai hasil cipta pikiran manusia yang diperoleh melalui diskusi dan praktik berdialektik.
Indonesia mempunyai sejarah kelam pada masa Orde Baru di mana setiap orang merasa ketakutan untuk mengeluarkan pendapat karena adanya ancaman dari penguasa. Setiap orang yang mencoba berorasi dan mengeluarkan pendapat untuk mengkritik atau bahkan menentang pemerintah akan mendapatkan ancaman dan teror. Refomasi pada tahun 1998 menjadi tanda jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun sekaligus sebagai angin segar bagi kebebasan berpendapat di Indonesia.
"Freedom of speech is a guiding rule, one of the foundation of democracy, but at the same time, freedom does not imply anrchy, and the rights to exercise free expression does not include the rights to do unjustified to others." 
- Raphael Cohen-Almagor -
Kebebasan berbicara dan berpendapat merupakan salah satu poin penting di dalam sebuah sistem demokrasi bagi suatu negara. Oleh karena Indonesia menganut sistem demokrasi, maka kebebasan berpendapat haruslah mendapat jaminan dari pemerintah Indonesia. Namun, di tengah masyarakat yang masih bersifat konservatif, kebebasan berpendapat nampaknya akan mengalami hambatan.
Beberapa waktu lalu penyelenggaraan  Belok Kiri Fest yang berisi diskusi dan pemutaran film batal digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat dan harus dipindahkan ke LBH Jakarta karena tidak mendapat izin dari kepolisian. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa organisasi masyarakat yang menolak diselenggarakannya acara tersebut.2
Belum lama setelah adanya penolakan acara Belok Kiri Fest, hal serupa juga kembali terulang di acara Monolog Tan Malaka yang digelar di pusat kebudayaan Prancis atau IFI Bandung. Monolog dengan judul Saya Rusa Berbulu Merah itu lagi-lagi dibatalkan oleh organisasi masyarakat berbasis agama yang tidak suka dengan acara tersebut.3
Kejadian serupa terulang kembali dalam acara Lady Fast yang diselenggarakan di Yogyakarta, namun bisa dibilang lebih menakutkan. Berdasarkan kronologi yang diceritakan oleh Kolektif Betina sebagai penyelenggara acara Lady Fast, acara tersebut harus dihentikan saat sedang berlangsung karena adanya paksaan dari organisasi masyarakat berbasis agama untuk membubarkan acara saat itu juga. Belum berhenti sampai di situ, berbagai ancaman dan hinaan dilontarkan kepada penyelenggara dan orang yang hadir dalam acara itu.4
Masih banyak lagi kasus kebebasan berpendapat dalam diskusi publik yang mendapat halangan terutama penolakan dari organisasi masyarakat tertentu. Ketiga kasus di atas adalah potret buram masyarakat konservatif yang tertutup terhadap diskusi ide-ide baru, dan sebagai bukti bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia masih kalah dengan segelintir orang yang mengatasnamakan organisasi masyarakat untuk kepentingan pribadi dan golongan.

Kebebasan Berpendapat dan Ujaran Kebencian

Hal yang sangat disayangkan adalah ketika negara melindungi kebebasan berpendapat, namun justru kebebasan tersebut disalahgunakan oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk menyebar kebencian.
Ujaran kebencian (hate speech) ialah ujaran yang menyerang seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan atribut seperti gender, etnis, agama, ras, disabilitas, atau orientasi seksual. Pengertian ujaran kebencian menurut Surat Edaran POLRI No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) yaitu tindak pidana yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita bohong, dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Kebebasan berpendapat biasanya dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan berita yang tidak benar tentang seseorang dengan tujuan mengadu domba ataupun merusak citra orang tersebut. Namun tak jarang juga ujaran kebencian dilontarkan dalam bentuk hinaan sampai pada ancaman. Media yang digunakanpun semakin beragam apalagi setelah era globalisasi dan modernisasi. Saat ini hampir setiap orang terhubung dengan internet sehingga penyampaian informasi lebih cepat menyebar. Salah satu contoh nyata dari ujaran kebencian yaitu munculnya koran Obor Rakyat yang memuat berita bohong tentang Presiden Jokowi (yang pada saat itu masih menjadi calon presiden) pada saat masa kampanye pemiilihan Presiden Republik Indonesia tahun 2014 lalu.
Negara telah membuat pasal pencemaran nama baik dan juga Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleltronik (UU ITE) bagi siapa saja yang mendapat hinaan melalui media elektronik dengan ancaman pidana dan/atau denda.
Di satu sisi, kebebasan berpendapat akan melahirkan gagasan dan pemikiran baru. Namun, kebebasan berpendapat sangat memerlukan pemikiran yang terbuka terhadap ide-ide lain. Kebebasan berpendapat sejatinya bukan untuk disalahgunakan, tetapi di dalamnya terkandung sebuah tanggung jawab yang besar. Ada sebab dan akibat yang menyertainya.
Di dalam kebebasan berpendapat kita pasti akan menemukan banyak pemikiran berbeda dan banyak sekali kata-kata yang tidak menyenangkan bagi kita. Hal tersebut tak dapat dihilangkan karena memang merupakan sisi lain dari kebebasan itu sendiri. Namun, jika kita tidak setuju dan menganggap ide itu dapat merugikan orang lain, maka mulailah untuk berbicara dan keluarkanlah pendapat dengan semestinya. Karena di situlah kebebasan berpendapat berlangsung, pada saat suatu gagasan diadu dengan gagasan lainnya.
"The world will not be destroyed by those who do evil, but by those who watch them without doing anything."
- Albert Einstein -
_________________________

Blog

Blog

Copyright © Dimas Fajri's | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com