My Mind Goes Here

Jumat, 12 Agustus 2016

Anak Kampung Pinggir Kota


Ingatan saya tentang masa kecil masih jelas. Bingkai-bingkai peristiwa yang dulu pernah terjadi masih bisa saya tarik kembali dari ingatan. Terkadang ketika betemu kawan lama, kami masih suka membicarakannya dan menertawakannya.

Ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, bermain bersama teman adalah hal yang paling menyenangkan. Tentu saja, karena saya dan teman-teman hanyalah anak berumur kurang dari sepuluh tahun. Jangan berharap hal-hal ajaib dan istimewa dari kami. Kami hanyalah anak kampung pinggir kota yang tak tahu menahu tentang dunia luar. Jangankan untuk menjadi pianis jazz cilik yang di usia tujuh tahun sudah bisa mengimprovisasi musik jazz seperti Joey Alexander. Musik yang kami mainkan hanyalah ember bekas yang kami pukul menggunakan kayu kering dari dahan pohon rambutan. Atau pecahan ubin bekas lantai rumah yang kami dentingkan sehingga menimbulkan bunyi “ting” nyaring. Itupun kami masih dimarahi tetangga atau orang tua kami karena kami bermain terlalu berisik. Kami hanyalah anak biasa.

Sekolah Dasar memang mengasyikan. Bukan tentang belajar di kelas, tetapi ketika jam pelajaran usai dan kami bisa bermain kembali. Selalu saja ada hal-hal seru setiap pulang sekolah. Perlu diingat kembali, kami hanyalah anak kampung. Tak perlu kendaraan bermotor untuk pulang ke rumah. Siapa yang membutuhkannya ketika kami bisa menemukan berbagai keasyikan dari berjalan kaki menuju rumah? Tentu saja pertanyaan ini hanyalah alibi. Karena sesungguhnya kami memang sudah biasa berjalan kaki walaupun jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh. Koreksi, relatif jauh bagi orang-orang  saat ini yang tidak terbiasa berjalan kaki.

Kalian tahu film Petualangan Sherina? Walaupun tanpa adegan penculikan, namun petualangan kami tak kalah seru. Setidaknya, petualangan kami nyata terjadi. Kalian tahu bagaimana rasanya menembus hutan rimba untuk menemukan jalan keluar? Kami tahu. Kalian pernah berenang di lautan untuk mencari ikan? Kami pernah. Kalian pernah menjadi penjahat dan mencuri emas berlian? Kami pernah. Kami tahu dan kami pernah. Namun dalam versi yang lebih kecil. Silakan ganti hutan menjadi kebun, ganti lautan menjadi sawah yang banjir di kala musim hujan, dan ganti emas berlian menjadi buah jambu biji. Memangnya apa yang kalian harapkan dari kami? Kami hanyalah anak biasa yang tinggal di kampung pinggir kota.

Sawah dan kebun bukanlah hal istimewa bagi kami. Mereka adalah tempat bermain kami. Seperti yang sudah saya katakan tadi, kami sering memasuki kebun-kebun milik warga sekitar. Kami menembus semak-semak belukar yang gatal di kulit, menembus pagar tanaman yang terbuat dari tumbuhan teh-tehan dan bambu kecil, dan kami berusaha mencari jalan pintas menuju rumah selepas pulang sekolah. Lalu kami menamainya “jalan rahasia”. Karena kamilah yang menemukan jalan itu dan mungkin hanya kami yang tahu. Mungkin. 

Sawah kami jadikan tempat bermain dan juga laboratorium besar untuk mengamati hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bunglon, kadal, jangkrik, ikan, siput, bahkan sampai ular pun kami temukan di sawah. Lumpur di sawah pernah kami jadikan bahan eksperimen tugas sekolah. Yakni dengan cara mengubur beberapa lembar daun kering di dalam lumpur dan akan kami ambil setelah beberapa hari agar yang tersisa hanyalah kerangka daun tersebut. Namun, sampai sekarang kami belum mengambilnya. Karena kami lupa di mana menguburnya.  

Kalian tahu apa yang paling istimewa dari cerita di atas? Yang paling istimewa adalah, karena masih banyak cerita yang belum diceritakan. Masih banyak peristiwa yang kami namai “petualangan” yang tentunya mempunyai tempat tersendiri di dalam gudang memori yang luas di otak kami.
Namun, satu daun telah gugur. Bukan karena tak tahan bergantung pada realita. Namun dia telah nyaman di pelukannya. Daun yang lain masih merekat kuat menyambut matahari dengan semangat. Tumbuh tanpa tahu kapan akan berlabuh.
Zaman semakin berubah, dan anak-anak sekolah dasar saat ini telah mempunyai cerita yang sangat berbeda seperti saat saya kecil dahulu. Saya sangat berharap kalau cerita-cerita mereka bukanlah tentang cerita dewasa, rokok, atau barang berbahaya lainnya. Namun masih tentang petualangan dan pertemanan. Nakal sedikit tidak masalah. Anak-anak memang terlahir untuk mencoba hal baru di hidup mereka. Tinggal bagaimana pemberian pemahaman dari orang dewasa kepada mereka.

…orang dewasa. Hahaha… (?)


1 komentar:

  1. Hahaha...mozaik ituu masukk lagi dtngah kering dan kalut nya pikiran itu. Ingin rasanya kembali.kembali dimana keasyikan dan keseruannya... Itu saja !

    BalasHapus

Blog

Blog

Copyright © Dimas Fajri's | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com